14 Tahun Runtuhnya Orde Baru, Langkah Strategis Wujudkan Cita-cita Reformasi
Written by Redaksi
Editorial, Opini
21 May 2012
- 662 views
Oleh: Widi Rulianto*
Reformasi identik dengan sebuah gerakan
untuk mengadakan sebuah perubahan (Revolusi). Jika kita melihat ke
belakang tepatnya pada tanggal 21 Mei tahun 1998 ketika gerakan
mahasiswa yang menjatuhkan Rezim Soeharto yang dikenal otoriter, itu
merupakan gambaran gerakan yang merujuk pada gerakan Reformasi pada masa
Orde Baru. Sedangkan kata Reformasi sendiri muncul dari gerakan
pembaharuan di kalangan gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke–16,
yang dipimpin Martin Luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dan
lainnya.
Pemahaman tentang reformasi, secara
langsung ataupun tidak, akan mempengaruhi konsekuensi perjuangan dan
tekadnya untuk bergerak demi dan untuk reformasi. Tanpa kekukuhan
prinsip secara mendasar mengenai reformasi, segalanya akan bergerak
ibarat kapal yang berlayar tanpa haluan tiada arah dan tujuan. Kondisi
ini bukan saja tidak baik, tapi bahkan bisa saja menjadi berbahaya bila
dimanfaatkan oleh kelompok yang punya kepentingan tertentu sehingga
bukan tidak mungkin malah merusak gerakan reformasi itu sendiri.
Betapapun luasnya cakupan yang mungkin
dijangkau oleh pemaknaan reformasi itu, suatu esensi yang mesti terdapat
di dalam nilai arti reformasi itu adalah bahwa perubahan yang hendak di
capai mesti menyentuh substansi dasar dan terlepas dari retorika dan
citraan fisik belaka.
Visi ke depan yang harus dibangun adalah
upaya penciptaan pandangan yang jauh menjangkau berbagai aspek
kehidupan dalam tatanan yang baru, beradab, dan bertanggung jawab.
Inilah yang selama ini tidak diimplementasikan kendatipun selalu
diiming-imingkan kepada rakyat.
LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS
Upaya membangun masyarakat madani (civil
society) yang berperadaban dan maju sebagai cita-cita luhur bangsa
Indonesia untuk mencapai totalitas reformasi yang damai dan aman tanpa
kekerasan dan kerusuhan, harus kita yakini bisa dicapai selama seluruh
komponen bangsa punya sense of action terhadap hal itu. Kita berangkat dari pemahaman yang sungguh-sungguh bahwa reformasi bukanlah anarkisme dan chaos.
1. Mendorong kesadaran pemerintah untuk bersungguh-sungguh mengusahakan perbaikan nasib bangsa.
Peranan dan posisi pemerintah dalam
mengatur kehidupan rakyat dan bangsanya masih sangat berpengaruh
terhadap kondisi dan perkembangan negara, walaupun dalam situasi yang
kritis. Namun, ketika krisis kepercayaan dan legitimasi terhadap
pemimpin dan pemerintah dipermasalahkan, maka yang terjadi kemudian
adalah mandeknya usaha yang akan dilakukan dan ditempuh oleh pemerintah
itu sendiri. Padahal masalah legitimasi, HAM, dan moralitas pemimpin
bangsa sangat substansial sekali dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Sedapat mungkin mereduksi Egoisme kelompok dan arogansi individual.
Satu hal yang cukup mengkhawatirkan kita
dalam upaya menciptakan suasana reformasi yang damai adalah sikap
egoisme dan arogansi yang kadang mengorbankan kepentingan dan
keselamatan bangsa dan Negara. Hal inilah yang kemudian kita pandang
sebagai suatu sisi strategis yang mesti digarap guna mewujudkan
cita-cita reformasi yang telah begitu lama menjadi impian bangsa ini.
Karena itulah peran kesadaran para insan praktisi perpolitikan Indonesia
saat ini dipandang sangat strategis untuk merealisasikan cita-cita
reformasi damai.
3. Fungsionalisasi cendekiawan dan mahasiswa dalam gerakan Moral
Sejarah telah mencatat
peranan para mahasiswa dalam merespons berbagai situasi yang berkembang.
Dalam situasi dan kondisi apapun landasan gerakan mereka senantiasa
bersumber dari SDM yang memang sedang digodok. Sejarah panjang
pergerakan mahasiswa adalah catatan khusus yang sangat memberi warna
terhadap perjuangan bangsa ini. Dan inilah yang menjadi kekuatan besar
berbasis moral dan integritas yang sampai saat ini masih dipercaya oleh
rakyat. Kepercayaan ini tentulah sebuah amanah yang harus senantiasa
dijaga.
Turunnya mahasiswa ke jalan-jalan
senantiasa membawa aspirasi murni yang datang dari rakyat yang mereka
sendiri ada di dalamnya dan terlibat langsung dengan berbagai
problematika kehidupan kecil yang serba sulit dan kadang terpinggirkan.
Demonstrasi yang digelar sekitar lengsernya soeharto adalah bukti
tanggung jawab mahasiswa sebagai agen perubahan. Namun, bukan berarti
bahwa mahasiswa harus larut dalam hiruk pikuknya demonstrasi mereka
hingga kemudian melupakan sisi lain dari tugas mereka untuk
mempersiapkan diri menghadang masa depan penuh tantangan. Disinilah
mahasiswa benar-benar dituntut bersikap dewasa dalam segala tindakannya
yang telah memberi bias kolektif bagi kelompok sosialnya, bahkan bangsa
dan negara.
Demikian pula halnya dengan golongan cendikiwan yang dalam berbagai situasinya hendaklah selalu memposisikan diri sebagai think thank
sejati buat bangsa dan rakyat yang selalu menanti sumbangan buah
pikiran yang jernih dan cemerlang. Sikap objektif, terbuka, berani, dan
bertanggung jawab merupakan prinsip-prinsip penting yang tidak boleh di
tinggalkan oleh golongan ini yang menyadari eksistensi mereka sebagai
pemegang kedudukan strategi dalam menentukan hasil yang akan dicapai
oleh reformasi yang terus diperjuangkan ini.
4. Mencegah terjadinya akumulasi krisis dan beban rakyat
Salah satu penyebab murkanya rakyat
hingga muncul kasus-kasus yang sangat tidak diperkirakan sebelumnya
adalah akibat terakumulasinya berbagai macam beban di pundak rakyat
sedemikian rupa menjadi kebrutalan massa yang lepas kendali dan nyaris
tidak terkontrol lagi oleh kekuatan hukum.
Dengan menyadari hal ini, maka tugas
kita selanjutnya tentulah bagaimana mengupayakan semaksimal mungkin agar
rakyat tidak sampai menanggung beban dan akumulasi berbagai krisis yang
sudah sangat jauh melewati ambang batas. Berbagai latar belakang
kehidupan masayarakat di Indonesia yang sedemikian luasnya ini tentulah
melahirkan kondisi-kondisi lingkungan yang berbeda pula. Dan selanjutnya
memunculkan masalah yang beraneka ragam. Sikap peduli dan perhatian
yang sungguh-sungguh dari kita semua dan satu sama lain secara adil akan
memberi solusi dini dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan negatif
yang bisa saja muncul setiap saat.
5. Membudayakan demokrasi dan kesadaran berpolitik pada diri seluruh komponen masyarakat
Membina masyarakat yang matang dalam
berpolitik bukanlah pekerjaan mudah, tapi ini adalah pekerjaan berat
sekaligus sangat besar untuk suatu bangsa yang sangat belum terbiasa
dengan tradisi itu. Warna demokrasi bukan hanya suasana kekeluargaan
yang notabene adalah budaya bangsa kita. Tap demokrasi juga harus
menumbuhkan keberanian untuk menyampaikan pendapat secara bertanggung
jawab sekaligus mengoreksi kesalahan orang lain bila terdapat kesalahan.
Demokrasi dan kesadaran berpolitik juga berarti kemampuan dan kemauan
untuk menegakkan kebenaran, meskipun berhadapan dengan penguasa yang
zalim.
Itulah yang menjadi tantangan yang belum
terkalahkan selama ini. Masyarakat masih melihat kekuasaaan sebagai
sesuatu yang menyeramkan, yang secara internal menjadi faktor penghalang
psikologis yang datang dari dalam diri rakyat itu sendiri sebagai imbas
dari hegemoni kekuasaan yang sedemikian rupa adanya.
6. Sikap kritis dan waspada terhadap segala perubahan dan kebijakan pemerintah
Dalam perjalanannya, suatu pemerintah
bisa saja melakukan penyimpangan-penyimpangan yang bukan tidak mungkin
akan sangat banyak merugikan rakyat banyak. Berbagai masalah lain bisa
saja menjadi sampel untuk sebuah tujuan akhir akan dibutuhkannya sikap
kritis, selektif, dan waspada dari warga negara terhadap kebijakan
pemerintah. Ini sekaligus sebagai bentuk respon terhadap berbagai
perusahaan yang terjadi. Artinya bahwa aspirasi rakyat harus senantiasa
aktif masuk dan tersalurkan, diwadahi secara total, serta dibarengi
dengan partisipasi dinamis dalam kerangka pengawasan terhadap jalannya
roda pemerintahan.
7. Perhatian yang sungguh-sungguh dan implementatif terhadap aspek pendidikan dan moral religius
Suatu hal yang sangat ironis dan
mengkhawatirkan ketika kita menyadari bahwa di sebuah Negara yang
mengaku berdasarkan pada tuhan yang maha esa ini, ternyata terjadi
perbuatan-perbuatan yang sungguh terkadang tidak masuk akal sekaligus
menyedihkan. Dan lebih ironis lagi bahwa ternyata yang melakukan itu
bukan hanya golongan yang tidak berpendidikan melainkan juga orang-orang
yang secara akademis sangat terdidik, dengan tingkat penyelewengan yang
justru lebih besar dan merugikan banyak orang, bahkan bangsa dan
negara. Kita tahu betapa tingginya tingkat KKN di negeri yang
mengagung-agungkan kepribadian yang luhur ini, di manakah kesalahannya ?
Untuk ini, kita tidak perlu pesimis
apalagi putus asa. Barang kali masalahnya terdapat pada dangkalnya upaya
pembangunan yang dilakukan selama ini. Dan karena itulah masa depan
bangsa yang lebih cerah dapat terjamin. Selama ketergantungan kita
kepada Negara lain masih sedemikian besarnya, maka langkah-langkah maju
yang ingin kita rintis akan selalu terhalangi, atau bahkan dihambat oleh
keterbatasan-keterbatasan yang kita buat sendiri. Reaktualisasi
nilai-nilai pancasila secara murni, perlu diwujudkan secara nyata.